4 Ribu Pengikut Aliran Sesat

4 Ribu Pengikut Aliran Sesat

\"gafatar-\"Mayoritas Anak-anak

JAKARTA, BE- Setelah terungkapnya kasus dr Rica, barulah pemerintah mulai \'ngeh\' dengan masyarakat yang bergabung dengan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Selain memilih berbondong-bondong tinggal di Kalimantan, mayoritas pengikut kelompok ini ternyata terdiri dari anak-anak. Mereka tidak bersekolah dan ikut orang tuanya menetap di kamp-kamp Gafatar. Hal inilah yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Machasin mengatakan dari data yang dikumpulkan, hingga saat ini tercatat sekitar 4 ribu orang yang pernah bergabung dengan aliran sesat itu. Yang mengejutkan, lebih dari separo dari jumlah itu adalah anak-anak. ”Ini yang kita takutkan. Kenapa anak-anak?,” ungkapnya. Untuk menindaklanjuti program “pemulihan” eks Gafatar ini, pemerintah akan memberikan perhatian penuh. Anak-anak dari eks Gafatar nantinya dimasukkan kembali ke dunia pendidikan baik sekolah dasar asuhan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kemenag. ”Yang jelas, akan ada pengawasan khusus setelah dipulangkan,” jelasnya. Sementara itu, proses pemulangan eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) mulai dilakukan (22/1). Pada tahap pertama, ada 1.613 orang eks anggota Gafatar yang akan dikembalikan ke keluarga masing-masing. Machasin meyampaikan, pemulangan tahap pertama dilakukan dalam dua hari. Mereka dipulangkan dengan menggunakan kapal milik pemerintah yang disediakan oleh TNI. ”Sabtu-Minggu ini akan pulang, ada dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jogjakarta,” tuturnya saat ditemui seusai rapat koordinasi pemulangan eks Gafatar di Kantor Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Menurutnya, pemulangan ini harus dilakukan. Sebab, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk membantu eks Gafatar untuk memperbaiki diri. ”Walaupun sesat kan harus tetap dibantu ya,” ujarnya. Nantinya, para eks Gafatar tidak langsung dipulangkan ke rumah atau lingkungan masing-masing. Mereka akan menjalani proses karantina selama kurang lebih 2-3 hari setelah tiba di penampungan sementara. Di Surabaya misalnya. Mereka ditampung sementara di penampungan transmigrasi. Sedangkan di Jogjakarta, eks Gafatar akan tinggal di asrama haji Donohudan. ”Untuk meluruskan mereka. Nanti barus setelah itu dipulangkan,” ujar Guru Besar Sejarah Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta itu. Dari data Kemenko PMK, tidak ada anggota Gafatar dari Bengkulu ikut menetap di daerah tersebut. Sementara itu, Eni Nurfaizah, hatinya hancur, saat anak kesayangannya menghilang tanpa jejak bersama sang cucu yang masih balita. Ia harus kehilangan anaknya, Dokter Dyah Ayu Wulandari (28). Dokter muda dan cantik ini diketahui bergabung dengan komunitas sesat, Gafatar. Kemarin Eni datang ke Pontianak, sambil membawa foto anak dan buku-buku yang ditinggal Wulan. Buku itu memang sengaja ditinggal Wulan, dengan niat agar dibaca oleh Ibu dan keluarganya, lalu mereka akan menyusul langkah Wulan ke Kalimantan. Buku tersebut bersampul pedoman “Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan, Kebangkitan yang Dibenci Tapi Dirindukan”. Adapun penulis bukunya adalah Ahmad Mesiyyakh. Jika dibaca selintas saja, buku itu semacam novel. Setelah berhari-hari memahami buku pedoman sekitar 100 lembar tersebut, Eni menyimpulkan bahwa Gafatar merupakan cikal bakal organisasi yang nantinya akan mengganti ideologi bangsa dan negara. Banyak pedoman yang dianggapnya menentang aturan Pancasila. Intisari dari buku itu, kata Eni, ada tujuh fase atau tahapan setiap orang yang tergabung dalam Gafatar. Hijrah merupakan salah satu tahapan, dari tujuh proses menuju negara ideal menurut komunitas tersebut. “Fase terakhir adalah perang. Meski saya belum tahu, apakah perang ini dalam arti sesungguhnya atau arti kiasan,” katanya sambil menunjukkan oret-oretan inti sari dari buku tersebut. Eni tak menyangka kenapa dengan mudah anaknya terpengaruh mengikuti Gafatar. Padahal, seorang dokter tentunya memiliki pengetahuan dan pendidikan tinggi. Sementara dengan bergabung ke Gafatar, tuntutannya adalah menjadi petani. “Saya tanya ke dia, kenapa mau jadi petani meninggalkan profesi dokternya, mau makan apa? Dia jawab ada hasil tani. Lantas kalau belum panen, dia jawab tidak makan. Gitu saja, simpel dia jawab,” ujarnya seraya menirukan ucapan sang anak. Eni berharap, jika anaknya ditemukan, keluarga bertekad akan mengambil paksa anak dan cucunya tersebut dari komunitas. Untuk segera mengembalikan akidah sesungguhnya. Meski ia tahu, bahwa tidak mudah untuk mengembalikan doktrin yang sudah melekat di kepala anaknya. (JPG)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: